
Alarm Krisis Masih Berbunyi, Suku Bunga Fed Terus Naik 25 Bps
Jakarta, CNBC Indonesia – Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75-5,0%.
The Fed terus menaikkan suku bunga di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia.
Dengan kenaikan tersebut, The Fed menaikkan suku bunga dalam sembilan pertemuan terakhirnya sejak Maret 2022. Suku bunga 4,75-5,0% merupakan yang tertinggi sejak September 2007.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Keputusan The Fed diumumkan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia usai menggelar rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).
Dalam keterangannya, FOMC menjelaskan bahwa krisis perbankan AS menjadi perhatian besar bagi mereka. Namun, inflasi AS tetap menjadi pertimbangan utama.
Inflasi AS sebenarnya telah merosot menjadi 6% (year on year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, inflasi tersebut masih jauh di atas target mereka yang sekitar 2%.
Seperti diketahui, sepekan terakhir AS diguncang krisis yang melanda tiga bank mereka. Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank runtuh karena penarikan besar-besaran dari pelanggan mereka.
Runtuhnya bank juga menimbulkan kekhawatiran bahwa suku bunga tinggi saat ini berdampak besar pada perbankan.
“Komite terus memantau informasi ke depan dan akan menilai dampaknya terhadap kebijakan moneter,” tulis pernyataan FOMC, dikutip CNBC International.
“Komite mengantisipasi bahwa pengetatan kebijakan tambahan mungkin diperlukan untuk mempertahankan sikap kebijakan moneter yang memadai untuk membawa inflasi menjadi 2%,” tambah pernyataan itu.
Ketua Fed Jerome Powell mengatakan FOMC sedang mempertimbangkan untuk menunda menaikkan suku bunga karena krisis perbankan. Namun rapat tersebut tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kuat dan pasar tenaga kerja masih panas.
“Proses menurunkan inflasi menjadi 2% masih panjang dan kemungkinan akan terjal,” kata Powell.
Powell mengakui bahwa krisis perbankan baru-baru ini kemungkinan besar disebabkan oleh ketatnya suku bunga kredit. Dia juga mengakui bahwa kondisi tersebut dapat berdampak pada perekonomian AS.
“Sistem perbankan AS tangguh dan baik. Yang berkembang saat ini kemungkinan besar merupakan dampak dari kondisi kredit yang ketat bagi rumah tangga dan bisnis. Kondisi tersebut akan membebani aktivitas ekonomi, inflasi, dan penciptaan tenaga kerja. Dampak yang lebih luas adalah belum diketahui,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa The Fed tetap berkomitmen untuk memulihkan stabilitas harga. Menurutnya, perlu menjaga kepercayaan publik agar ucapan The Fed sejalan dengan kebijakannya.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Ada Fed minggu ini, harga emas turun lagi?
(mae/mae)