epicwin138
epicwin138
epicwin138
Catatan Ekonomi & Peraturan Pengusahaan Listrik Panas Bumi

Catatan Ekonomi & Peraturan Pengusahaan Listrik Panas Bumi

Read Time:6 Minute, 12 Second

Berdasarkan data Handbook of Energy & Economic Statistics Indonesia (Kementerian ESDM, 2022), total potensi energi panas bumi Indonesia saat ini mencapai 23.766 MW yang terdiri dari sumber daya 9.344 MW dan cadangan 14.422 MW. Dilihat dari sebaran potensinya, sekitar 9.517 MW sumber daya dan cadangan berada di Pulau Sumatera dan 8.050 MW sumber daya dan cadangan berada di Pulau Jawa.

Saat ini Indonesia memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi terpasang sebesar 2.286,10 MW atau sekitar 9,6% dari total potensi yang ada, yang tersebar di sejumlah daerah, yakni di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Lampung, dan Nusa Tenggara Timur. .

Masalah utama
Secara umum pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia dihadapkan pada beberapa permasalahan. Beberapa dari mereka adalah:

(1). Sulit untuk menyepakati harga jual beli antara pengembang panas bumi dan pembeli panas bumi,

(2). Kebijakan energi yang ada khususnya ketenagalistrikan nasional masih mensyaratkan bahwa harga listrik dari pembangkit EBET harus bersaing dengan pembangkit listrik fosil,

(3). Jumlah lembaga keuangan yang bersedia menyediakan dana untuk tahap eksplorasi masih terbatas.

(4). Masalah perizinan karena wilayah kerja panas bumi seringkali berada di kawasan hutan konservasi,

(5). Faktor risiko berhubungan dengan ketidakpastian potensi cadangan dan kualitas steam yang ada, dan

(6). Berbagai persoalan perizinan yang harus dipenuhi setelah terbitnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) pengusahaan panas bumi.

Dari sejumlah permasalahan yang ada, sulitnya mencapai kesepakatan atau titik temu dalam jual beli listrik uap dan/atau panas bumi antara pengembang dan pembeli listrik dapat dikatakan menjadi masalah yang paling utama. Dalam hal ini, agar pengusahaan dan pengembangan listrik panas bumi dapat berjalan, di satu sisi pengembang mengharapkan harga jual listrik uap dan/atau panas bumi sesuai dengan tingkat keekonomian proyek.

Sedangkan di sisi lain, sebagai pembeli listrik dalam hal ini terutama PLN, kita selalu dihadapkan pada kebutuhan untuk berusaha dan menjaga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik seefisien mungkin agar tetap dalam batas dan tidak melebihi batas. alokasi anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN. .

Dengan tujuan menerapkan efisiensi BPP, logikanya PLN cenderung selalu memilih sumber pasokan listrik yang lebih murah, yang dalam hal ini terutama listrik yang dihasilkan dari pembangkit berbahan dasar fosil seperti batu bara dan gas atau dari pembangkit EBET lain yang bisa lebih murah seperti PLTA. .

Mekanisme pasar alami yang sehat dan efektif – business to business -, dalam situasi ini sulit terjadi karena pembeli listrik, dalam hal ini terutama PLN, selalu dalam posisi ekonomis tidak mampu memenuhi permintaan pengembang panas bumi.

Biaya Pengadaan dan Operasi
Dari sisi ekonomi, rata-rata biaya penyediaan listrik dari energi panas bumi di Indonesia masih relatif tinggi dan belum kompetitif jika dibandingkan dengan rata-rata biaya penyediaan listrik nasional. Data Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM (2021) menyebutkan harga rata-rata listrik panas bumi pada kontrak baru di atas 10 sen dolar AS per kilo Watt hour (kWh), bahkan bisa mencapai 12 – 13 sen dolar AS. per kWh.

Sementara itu, rata-rata harga listrik EBET non panas bumi saat ini diinformasikan berada di bawah 10 sen AS per kWh. Misalnya, rata-rata harga listrik dari tenaga air (PLTA) berkisar antara 6-7 sen dolar AS per kWh dan harga rata-rata listrik dari biomassa sekitar 7-8 sen dolar AS per kWh.

Salah satu penyebab relatif mahalnya harga listrik panas bumi adalah masih tingginya risiko pada tahap eksplorasi yang menyumbang faktor risiko hingga 50% lebih banyak. Risiko ini termasuk dalam komponen biaya penyediaan listrik panas bumi sehingga menyebabkan tarif atau harga listrik panas bumi menjadi relatif tinggi.

Dari segi operasional, biaya operasional pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebenarnya termasuk yang paling murah. Berdasarkan data Statistik PLN tahun 2021, rata-rata biaya operasional pembangkit panas bumi per kWh tercatat jauh di bawah rata-rata biaya operasional pembangkit listrik nasional.

Rata-rata biaya operasional pembangkit listrik nasional pada tahun 2021 tercatat sebesar Rp1.391,08/kWh. Sedangkan rata-rata biaya operasional pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) pada tahun yang sama sebesar Rp 107,15/kWh atau sekitar 7,70% dari rata-rata biaya operasional pembangkit listrik nasional.

Hampir seluruh komponen biaya operasional pembangkit PLTP juga tercatat sebagai salah satu yang terendah. Komponen biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan aset, biaya karyawan, biaya bunga, dan biaya lainnya dari komponen biaya operasi pembangkit listrik PLTP tercatat sebagai salah satu yang terendah dibandingkan biaya operasi pembangkit berbasis fosil dan tanaman EBET lainnya.

Peraturan Bisnis
Menanggapi permasalahan terkait aspek keekonomian tersebut, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan sejumlah regulasi yang mengatur harga jual beli listrik panas bumi. Beberapa di antaranya adalah Permen ESDM No.02/2011, Permen ESDM No.17/2014, Permen ESDM No.12/2017, Permen ESDM No.43/2017, Permen ESDM No.50/2017, dan Permen ESDM No.53 /2018.

Meskipun menggunakan rumusan yang berbeda, pada prinsipnya harga jual beli listrik panas bumi yang diatur dalam beberapa peraturan tersebut menggunakan pola kebijakan yang sama, yaitu harga plafon atau harga patokan tertinggi. Yang terbaru, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik juga mengatur harga patokan tertinggi untuk produksi listrik tenaga uap dan panas bumi.

Dalam Permen ESDM No.50/2017 juncto Permen ESDM No.53/2018, diatur dua mekanisme harga. Pertama, apabila BPP pembangkitan sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP pembangkitan nasional, maka harga listrik tertinggi dari PLTP adalah BPP pembangkitan sistem ketenagalistrikan setempat. Kedua, apabila BPP pembangkitan sistem ketenagalistrikan setempat sama dengan atau di bawah rata-rata BPP pembangkitan nasional, maka harga tenaga listrik dari PLTP ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.

Jika pengusahaan listrik panas bumi mengacu pada regulasi tersebut, maka peluang pengembangan industri panas bumi akan semakin kecil. Peraturan ini memberikan batasan bahwa harga pembelian listrik panas bumi yang dapat dilakukan PLN tidak boleh melebihi BPP rata-rata pada sistem ketenagalistrikan di mana energi panas bumi dimanfaatkan. Sementara itu, peluang harga jual listrik panas bumi lebih tinggi dari rata-rata BPP di sistem ketenagalistrikan setempat cukup besar.

Apalagi jika di daerah tersebut terdapat banyak pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil sebagai energi utama pembangkitannya. Peluang harga jual listrik panas bumi bisa lebih rendah dari rata-rata BPP pada sistem ketenagalistrikan tempat pengusahaan panas bumi memang masih terbuka, terutama di daerah terluar, tertinggal dan terdepan yang umumnya masih berada di luar jangkauan sistem ketenagalistrikan utama. .

Namun demikian, daerah-daerah tersebut pada umumnya dihadapkan pada masalah kebutuhan listrik yang relatif rendah, yang akan berdampak pada skala ekonomi dari proyek panas bumi yang akan dikerjakan.

Catatan akhir
Mencermati permasalahan yang ada, pemanfaatan dan pengembangan panas bumi dalam negeri mutlak membutuhkan komitmen yang kuat dan dukungan langkah kebijakan yang konkrit dari pemerintah. Dalam kondisi saat ini, pengusahaan dan pengembangan panas bumi nasional akan berjalan lambat jika hanya dibiarkan dengan mekanisme business to business.

Di antara opsi yang tersedia untuk mempercepat pengusahaan dan pengembangan industri panas bumi adalah pemerintah memberikan subsidi khusus atau penugasan khusus kepada PLN dengan kompensasi agar dapat membeli listrik panas bumi sesuai dengan tingkat keekonomiannya. Alternatif lain, pemerintah memberikan sejumlah insentif investasi dan pajak agar keekonomian proyek panas bumi berada dalam kisaran harga pembelian listrik oleh PLN.

Pemerintah harus terlibat langsung dalam upaya mengurangi risiko bisnis energi panas bumi agar harga jual listrik panas bumi di Indonesia dapat lebih kompetitif. Sejumlah kebijakan yang diterapkan beberapa negara lain, seperti dengan peningkatan kualitas data dan oleh pemerintah yang langsung melakukan kegiatan eksplorasi, dapat dijadikan acuan pemerintah untuk mengurangi risiko bisnis panas bumi di Indonesia.

Pemerintah juga perlu mendorong peran aktif dan keterlibatan pemerintah daerah agar dapat menjadi fasilitator dalam pemanfaatan dan pemanfaatan panas bumi di wilayahnya masing-masing.

(miq/miq)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Pria Ganti Kotak Amal Masjid QRIS dengan Akun Pribadi, Netizen Marah Previous post Pria Ganti Kotak Amal Masjid QRIS dengan Akun Pribadi, Netizen Marah
EXO Sukses Rayakan 11 Tahun Debutnya dengan Fanmeeting Next post EXO Sukses Rayakan 11 Tahun Debutnya dengan Fanmeeting