
Inilah Profil Pendiri Sritex, Perusahaan Tenggelam yang Dililit Utang
Jakarta, CNBC Indonesia – PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex yang tenggelam tertimpa utang yang menggunung. Tercatat pada September 2022, total kewajiban SRIL sebesar US$1,6 miliar atau setara dengan Rp24,66 triliun (kurs=Rp15.500/US$).
Jumlah ini didominasi oleh utang yang memiliki bunga seperti pinjaman bank dan obligasi. Jika benar-benar tenggelam karena terlilit utang, Sritex akan tetap tinggal nama.
Padahal, Sritex merupakan perusahaan yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun. Sejarah berdirinya perusahaan Sritex tidak lepas dari sosok pendirinya yaitu Haji Muhammad Lukminto (HM Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah keturunan Tionghoa yang lahir pada tanggal 1 Juni 1946. Ia memulai karirnya sebagai pedagang dengan menjual tekstil di Solo sejak usia 20-an.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Dalam uraian buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto berkembang pesat. Hingga akhirnya pada tahun 1966 atau di usia 26 tahun ia berani menyewa warung di Pasar Klewer. Kios tersebut bernama UD Sri Redjeki.
Bisnis yang sukses secara tak terduga. Dua tahun kemudian, ia membuka pabrik percetakan pertamanya yang memproduksi kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik ini kemudian bertransformasi menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang bertahan hingga sekarang pada tahun 1980.
Tidak banyak cerita tentang ‘tangan dingin’ Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai ‘raja’ industri kain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. Rupanya tangan dingin penguasa itu dalam pengembangan Sritex.
Mengutip Prahara Orde Baru (2013) yang diterbitkan Tempo, Sritex merupakan ikon kekuasaan karena diduga berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, demikian sebutan keluarga Soeharto. Fakta ini tak lepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko, yang pada masa Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah teman masa kecil Lukminto.
Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat rejeki nomplok. Pada masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.
“Di dalam negeri, saat itu Sritex (tahun 1990-an) menerima pesanan seragam batik Korpri, Golkar, dan ABRI,” tulis Tempo. Dan karena itu Sritex juga mendapat jutaan rupiah dan dolar, ditambah dengan penguasaan pasar garmen di dalam dan luar negeri.
[Gambas:Video CNBC]
(tiba)