epicwin138
epicwin138
epicwin138
Mendengarkan!  Berikut Kronologi Uang Rp.  Skandal Emas 189 T di Bea Cukai

Mendengarkan! Berikut Kronologi Uang Rp. Skandal Emas 189 T di Bea Cukai

Read Time:5 Minute, 3 Second

Jakarta, CNBC Indonesia – Kronologi dugaan tindak pidana kepabeanan emas batangan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) senilai Rp 189 triliun diungkapkan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.

Yustinus secara khusus membuat thread melalui akun Twitternya @prastow terkait kasus dugaan tindak pidana kepabeanan impor emas batangan di DJBC. Hal ini pun menanggapi kicauan dari akun Twitter Partai Socmed terkait kasus ini.

Dalam cuitannya, Partai Socmed mengungkapkan bahwa kasus tindak pidana impor emas batangan seharusnya sangat sederhana dan mudah diungkap. Namun, dibuat terkesan rumit, berdasarkan keterangan pejabat di Kementerian Keuangan.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN

Yustinus juga menjelaskan, permasalahan di DJBC bermula pada tahun 2016.

Saat itu, Komisi Bea dan Cukai (Soetta) Soekarno-Hatta melakukan aksi eksplorasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT. Q yang kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan di bidang kepabeanan.

PT Q menyerahkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellery.

Meski demikian, petugas KPU BC Soetta mendeteksi adanya kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan X-Ray, sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.

Kemudian, dalam pemeriksaan barang ekspor, ditemukan batangan emas (ingot) alias tidak sesuai dengan dokumen PEB.

“Saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor yang disaksikan PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) dan Security Transporter Company (DEF), ditemukan batangan emas (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Padahal seharusnya ada ekspor persetujuan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag),” jelas Justin, dikutip Sabtu (8/4/2023).

Dari pemeriksaan, setiap bungkusan disisipi sedikit emas berbentuk gelang untuk mengelabui sinar X, sehingga seolah-olah yang akan diekspor adalah perhiasan.

Sebelum adanya temuan pada 2016, pada 2015, Yustinus mengatakan PT Q telah mengajukan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP Rp 7 triliun) pada 2015.

Namun, permohonan PT Q ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak dapat memberikan data yang menunjukkan impor tersebut menghasilkan perhiasan emas untuk diekspor.

Artinya, kata Yustinus, modus operandi PT Q adalah dengan mengaku sebagai produsen Emas Perhiasan untuk tujuan ekspor, agar mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 atas impor emas batangan yang seharusnya 2,5%. dari nilai impor. Aturan ini tertuang dalam PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3.

“Jadi jelas kenapa kegiatan ekspor disebutkan dalam klarifikasi kami. Karena ekspor merupakan indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Dan tentu saja dilakukan penyidikan secara menyeluruh hingga ke tahap impor. secara kronologis,” kata Yustinus.

Setelah dinyatakan selesai penyidikan atau P21, PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun, kasus ini tidak dinyatakan sebagai kejahatan.

Menurutnya, DJBC kemudian mengajukan banding dan PT Q terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Namun, PT Q mengajukan peninjauan kembali (PK) yang menyatakan bahwa PT. Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan perbuatan pidana.

Sejalan dengan penanganan PT Q, Kementerian Keuangan dan PPATK bersinergi dengan pemeriksaan entitas PT Q oleh PPATK dan penelitian administrasi kepabeanan oleh DJBC serta penelitian administrasi perpajakan oleh DJP. Setelah itu dilakukan penyelidikan terhadap dugaan ML.

Berdasarkan kasus PT. Q dan ditemukannya modus bersama, PPATK menyerahkan SR-205/PR.01/V/2020 kepada DJBC yang berisi IHP untuk sekelompok perusahaan yang bergerak di bidang emas dengan total nilai transaksi keuangan (masuk dan keluar) sebesar Rp. 189,7 triliun.

DJBC kemudian menindaklanjuti SR tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan menyimpulkan tidak ada indikasi pelanggaran pidana di Bidang Kepabeanan.

“Mengingat tidak ada unsur pidana kepabeanan & sudah dilakukan penyidikan, divonis, namun kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK), optimalisasi dilakukan melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR .01/X/2020 disampaikan ke DJP,” kata Prastowo.

Data SR tersebut kemudian digunakan DJP untuk memeriksa bukti permulaan terhadap PT Q, sehingga WP melakukan Pengungkapan Tidak Jujur dan menerima pembayaran sebesar Rp1,25 Miliar dan berhasil mencegah pengembalian SPT Tahunan LB 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp1,58 miliar.

Akibatnya, kata dia, menjadi jelas bahwa Kementerian Keuangan tidak menutup-nutupi atau menutup-nutupi data PPATK kepada Menteri Keuangan.

“Semuanya bisa dijelaskan secara akuntabel, transparan, bahkan bisa digunakan untuk optimalisasi penerimaan. Kami akan bahas secara menyeluruh termasuk impor,” ujar Prastowo.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md sebelumnya mengungkapkan nilai transaksi ganjil Rp 189 triliun diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang dari cukai yang melibatkan 15 entitas.

Namun, laporan tersebut malah menyebutkan terkait pajak, sehingga PPATK melakukan pemeriksaan ulang atas tanggapan dari Kementerian Keuangan tersebut.

“Ada dugaan pencucian uang, cukai dengan 15 entitas, tapi apa laporannya? Itu jadi pajak, jadi kalau diinvestigasi, oh ya, perusahaannya banyak, asetnya banyak, pajaknya kurang, padahal ini cukai. lapor, ada apa? Emas,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, kecurigaan TPPU terkait cukai memanfaatkan komoditas emas batangan yang sudah jadi. Namun, laporan yang disebutkan pegawai di sana, kata Mahfud, berupa emas mentah yang berasal dari Surabaya. Saat diperiksa PPATK, ternyata tidak ditemukan pabrik pengolahan emas mentah.

“Katanya ini emas mentah tapi dicetak di Surabaya, pas dicari di Surabaya tidak ada pabriknya dan itu melibatkan uang kerabat miliaran, laporan diberikan sejak 2017 oleh PPATK bukan 2020,” kata Mahfud.

Seperti diketahui, masalah ini juga menyeret nama mantan Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi yang saat ini menjabat sebagai Sekjen Kementerian Keuangan.

Heru beberapa waktu lalu mengklarifikasi atas nama dirinya yang muncul dalam laporan Mahfud. Menurut Heru, dia terlibat kasus komoditas emas karena posisinya sebagai kepala bea cukai dan harus mengikuti rapat koordinasi dengan PPATK.

“Tahun 2017 ada rapat koordinasi berupa titel perkara, saya hadir dan ada yang berhalangan. Saya hadir bersama Ibu Sumiyati (mantan Irjen Kemenkeu) dan 2 orang lainnya,” kata Heru , Jumat (31/3/2023).

Judul perkara terkait penguatan yang perlu kita lakukan pada komoditas emas ini, baik impor maupun ekspor. Menurutnya, dirinya hadir mewakili bea dan cukai, Ibu Sumiyati yang saat itu menjabat Irjen Kementerian Keuangan dan Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai, Bahaduri Wijayanta.

Dalam pertemuan tersebut, PPATK bertindak sebagai tuan rumah. Saat itu, kami membahas data bersama tentang komoditas emas, inlot. Rapat tersebut menyepakati pembentukan tim operasional.

“Tim ini bisa turun ke lapangan bersama-sama, bisa buka tutup, di bawah koordinasi PPATK terus berlanjut dan sudah terdata di Jaga Dara,” ujarnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Berikutnya

Ini Dia Temuan Awal Kantor Sri Mulyani Terkait Eko Darmanto!

(stempel/stempel)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Kecelakaan Satelit Elon Musk Jatuh dari Surga dan Terbakar Previous post Kecelakaan Satelit Elon Musk Jatuh dari Surga dan Terbakar
Kabar Seru Coldplay Bakal Gelar Konser di Jakarta Next post Kabar Seru Coldplay Bakal Gelar Konser di Jakarta