
Quo Vadis Dugaan Kasus Pencucian Uang Rp. 349 Triliun?
Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus Pencucian Uang (TPPU) yang ditujukan ke Kementerian Keuangan perlahan mulai terungkap. Baru-baru ini, Menkeu memberikan penjelasan yang cukup detail kepada Komisi XI dan Komisi III DPR RI.
Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah mengungkapkan, Menteri Keuangan telah memberikan penjelasan kepada DPR terkait 300 surat yang dikirimkan PPATK kepada Kementerian Keuangan dan Aparat Penegak Hukum (APH) periode 2009-2023. yang memuat nilai transaksi sebesar Rp349,87 triliun.
Dari 300 surat itu, PPAT mengirimkan 200 surat ke Kementerian Keuangan berisi transaksi keuangan senilai Rp275,6 triliun dan 100 surat ke APH dengan nilai transaksi Rp74,2 triliun.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Kami melihat adanya kesenjangan penyaluran antara PPATK dengan Kementerian Keuangan dalam membagi postur transaksi Rp349 triliun. PPAT membagi transaksi Rp349 triliun menjadi tiga kelompok besar,” kata Said, Selasa (11/11). 4/2022).
Pertama, transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kementerian Keuangan senilai Rp 35,5 triliun. Kedua transaksi tersebut senilai Rp 53,8 triliun merupakan transaksi keuangan yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain. Ketiga transaksi senilai Rp 260,5 triliun tersebut merupakan transaksi mencurigakan terkait kewenangan.
Berbeda dengan PPATK, Kementerian Keuangan membagi transaksi Rp 349 triliun menjadi tiga bagian.
Pertama, transaksi Rp35,1 triliun, terdiri dari transaksi debit kredit pegawai Kementerian Keuangan Rp3,3 triliun, transaksi debit kredit Rp18,7 triliun dari individu dan korporasi yang tidak terkait dengan pegawai, dan transaksi Rp13 triliun yang dikirim ke APH.
Kedua, transaksi Rp 47 triliun terkait dengan transaksi yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain.
Ketiga, transaksi senilai Rp267,7 triliun berupa surat yang dikirimkan Kementerian Keuangan kepada perusahaan dengan nilai transaksi Rp253,5 triliun, dan surat yang dikirimkan APH kepada perusahaan dengan nilai transaksi Rp14,1 triliun.
Khusus mengenai transaksi senilai Rp. 3,3 triliun yang dijelaskan Kemenkeu melibatkan pegawai Kemenkeu periode 2009-2023, dan transaksi senilai Rp. 253,5 triliun dalam surat yang dikirimkan Kemenkeu kepada perusahaan, Kemenkeu telah melakukan sejumlah tindakan penegakan hukum dan penertiban.
Sebanyak 348 pegawai telah divonis sejumlah sanksi dengan berbagai jenis hukuman, sesuai dengan tingkat kesalahan masing-masing terkait transaksi senilai Rp 3,3 triliun dan sebanyak 24 pegawai telah divonis terkait transaksi senilai Rp 253,5 triliun.
Melayani Kesenjangan
Said menuturkan, dari klarifikasi data yang disampaikan antara PPATK dengan Kementerian Keuangan, terdapat perbedaan, baik pada tingkat pembagian nominal dari total transaksi senilai Rp349 triliun, maupun penamaan atau nomenklaturnya. Dia menilai Kementerian Keuangan lebih detail dalam hal klarifikasi data ketimbang PPATK.
Namun penjelasan mereka menyisakan pertanyaan, yakni mengapa tidak dilakukan konsolidasi data terlebih dahulu terkait klasifikasi pembagian tipologi kasus dari total transaksi Rp 349 triliun.
Perbedaan klarifikasi, jumlah, dan nomenklatur, lanjutnya, membuat sulitnya membentuk satu data sebagai pedoman, baik untuk kepentingan internal pemerintah sendiri maupun terutama untuk pihak lain seperti DPR atau aparat penegak hukum.
“Saya berharap Panitia TPPU berbenah terlebih dahulu dalam bentuk konsolidasi data detail, sehingga lahir kesepahaman di antara seluruh anggota Panitia TPPU dalam membagi dan merinci transaksi Rp 349 triliun,” jelasnya.
Pemahaman ini, kata Said, sangat penting untuk memudahkan para pihak mengambil langkah tindak lanjut.
“Kita tidak mau karena tidak ada musyawarah mufakat di internal kepanitiaan TPPU, maka persoalan transaksi Rp 349 triliun menjadi berlarut-larut, dan berpotensi keluar dari konteks yang seharusnya, dan berpotensi menjadi komoditas politik, apalagi sekarang kita memasuki tahun politik. Kalau sudah masuk ranah politik, kasus itu sendiri berpotensi tidak terselesaikan dengan baik,” ujar Said.
Apalagi, tambahnya, semua pihak kini lebih sibuk berpolemik di internal ketimbang mencari langkah produktif mencari solusi untuk menyelamatkan keuangan dan pendapatan negara.
Ia pun berharap pendekatan dalam melihat permasalahan ini tidak hanya menggunakan satu perspektif berdasarkan kewenangan masing-masing. Jika pembangunan perkara tidak cukup didekati dengan pidana pajak, atau pelanggaran kepabeanan, sebenarnya APH lain bisa mendekatinya dengan pintu pidana lain seperti korupsi, pencucian uang, dan sebagainya.
“Untuk dapat melakukan orkestrasi seperti ini dari Panitia TPPU, mereka harus menyelesaikan masalah dasar interpretasi dan penyajian data, sehingga ada data tunggal. Sayangnya, internal Panitia TPPU masih belum bisa menyajikan data tunggal secara bersama-sama. Kami harap ini bisa diselesaikan secepatnya” Agar ketika Panitia TPPU memaparkannya ke DPR, bisa lebih “bergerak” dan menentukan langkah-langkah progresif dengan dukungan politik dari DPR. Mudah-mudahan,” tutupnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Kronologis Gembiranya Transaksi Rp 300 T dari Kementerian Keuangan Hingga Tuntas
(dpu/dpu)